Bahagia Menjadi Guru

Jumat, 7 Juni 2024 14:01 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
BAHAGIA MENJADI GURU
Iklan

Saya guru, saya bahagia, tapi ini bukan soal TPP dan gaji 13 yang sudah tersiar kabarnya. Banyak hal yang membuat saya bahagia menjadi guru. Seperti hari ini, saat mendengar keberhasilan belajar anak-didik...

Apakah menjadi guru bisa membahagiakan?  Apakah sumber kebahagiannya?

Saya guru, saya bahagia, tapi ini bukan TPP dan gaji 13 yang sudah tersiar kabarnya. Banyak hal yang membuat saya bahagia menjadi guru, seperti hari ini.  Seperti itulah perasaan semua guru. Apa iya? untuk memastikan hal tersebut, akhirnya berselancarlah diri ini ke google  mencari beberapa artikel tentang alasan guru  merasa bahagia. Apakah sama dengan perasaan yang sekarang saya rasakan. Jeng... Jeng... hasilnya sama! Ternyata dari dulu sampai sekarang, hal yang bisa membuat guru sangat bahagia adalah keberhasilan belajar siswanya. Berhasil memahami pelajaran, berhasil berubah lebih baik, ataupun berhasil dalam fase-fase kehidupan selanjutnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ya, hari ini  saya bahagia sekali sebagai guru. Bukan pertama kalinya sepanjang 15 tahun perjalanan karir menjadi guru. Perasaan ini sering kali saya dapatkan. Biasanya dengan antusias saya ceritakan kepada keluarga dan teman sejawat. Sekarang, memori bahagia ini akan saya sebarluaskan, saya kenang dengan lebih baik, melalui tulisan di web Indonesiana.id  ini. Bukan hanya menjadi obrolan hangat yang menguap begitu saja. Mau dianggap berbagi praktik baik juga boleh. Yang jelas saya tidak mau kehilangan momen ini

Karena itulah, saya menyusun narasi ini, agar pembaca benar-benar bisa menjadi teman cerita,seolah-olah kita sudah kenal lama.  Bolehlah Anda lanjut bernostalgia dengan kebahagiaan masing-masing, bahagia harus dijaga kan?

Mungkin diantara anda ada yang merasa berlebihan menilai perasaan ini nantinya. "Lebay_banget .”Itu hal biasa yang saya alami.” kira-kira begitulah saya membayangkan salah satu reaksi atas cerita ini. Saya sudah siap, tak masalah, santai saja dan sangat dimaklumi. Pengalaman setiap orang pasti berbeda-beda, begitu juga letak  atau sisi bahagianya.

Sebelum menulis ini saya sudah cerita kesana kemari. Mata saya berbinar, senyum saya mengembang, dan suara saya sangat bersemangat ketika menceritakan ini. Sesekali mata ini berkaca-kaca, haru..birru..

Semuanya berawal dari bulan Mei lalu...

Keputusan rapat sudah bulat, penilaian akhir semester yang sekarang istilahnya menjadi ASAS ( Asesmen sumatif akhir jenjang) dilaksanakan dengan dengan berbasis GASS ( Gelar Asesmen Sumatif Berfederiansi). Konsep ini mengusung semangat kolaborasi antara guru dan siswa dalam proses asesmen/ penilaiannya. Tidak ada ujian tulis yang berlaku seperti yang sudah-sudah. Melalui pendampingan guru, siswa menyelesaikan proyek dari salah satu materi yang sudah disepakati bersama. Guru antar mata pelajaran bisa juga berkolaborasi dalam ASAS ini. Satu proyek bisa digunakan untuk penilaian beberapa mata pelajaran. Hal ini tentunya memudahkan semua pihak. Menghasilkan sebuah nilai dari proses yang saling melengkapi satu sama lain. Harapannya siswa mendapatkan pengalaman belajar yang lebih bermakna. Kumer banget lah, seperti pesan mas mentri

Jadi, oke gass, oke gass kita tancap gass, saya istilahkan. Tidak apa-apa kan sekarang? Ya, biar seru saja.. Jargon kekinian yang masih viral. Singkat cerita mulailah para guru beraksi, termasuk saya. Bersyukur sekali ada bestie yang siap berkolabarasi. Akhirnya terjalinlah kesepakatan antara saya dan guru bahasa Inggris bahwa proyek ASAS kita adalah membuat video drama.  Selama satu bulan kami melakukan pendampingan kepada anak-anak dalam mengubah naskah  cerpen sejarah dengan judul "Sungai" karya Nugroho Notosusanto menjadi naskah drama. Naskah tersebut harus mengandung ungkapan opini dalam bahasa Inggris.

Selama proses tersebut, kami tidak membebani anak-anak dengan konsep drama yang rumit. Fokus penilaian bahasa Indonesia ada pada kemampuan siswa mengubah naskah cerpen menjadi drama. Sedangkan bahasa Inggris pada penggunaan dan pengucapan ungkapan opini dalam beberapa dialog dalam naskah tersebut.

"Tak perlu ke sungai anak-anak", "gunakan properti yang kalian punya saja.” Begitu kami sering berpesan. Tautan pengumpulan video kami siapkan dan kirim melalui WA grub kelas. Dan disinilah kebahagiaan itu bermula.  effort mereka yang luar biasa, menghadirkan keharuan tak terkira. Benar-benar diluar ekspektasi hasilnya. Mereka tidak hanya memahami konsep, tapi juga mampu mengeksplorasi kreativitas dan imajinasi dengan sangat unik. Betul-betul menggambarkan deferensiasi

Siswa saya bisa sejauh ini bukan hal yang mudah, letak geografis, kondisi sosial, ekonomi dan keluarga siswa yang broken home dan broken heart selama ini merupakan kendala belajar siswa yang sangat berat. Ah pokoknya Istimewa!! Kalau ingin tahu ini tautannya,    jika mau lebih tulis dikomentar saja https://youtu.be/ok0u3gyh5jw?si=fcczCw9FyteMCe_p, https://youtu.be/C2mtFRGdMMg?si=BkM-ByWlELVNMlx3, https://youtu.be/K0WFyoqzvyQ?si=nCIilTlliZZGSG7N jika mau lebih tulis dikomentar saja

Hari ini saya memberikan _review_penampilan mereka. Beberapa kelompok saya minta untuk bermain drama di depan teman-teman yang lain. Kemudian kami bersama melihat video drama kelompok lain. laah...ternyata mereka juga bahagia. Kini, semua karya itu sudah terpublikasi melalui youtube, bisa diakses kapanpun dan dimanapun, melampaui batas usia mereka dan juga gurunya.

Saya membayangkan, suatu ketika mereka berkumpul mengenang hari ini. Nama saya tersebut, doa meluncur, persaksian yang nyata, menerangi kubur saya yang gulita.

Ah.... Bahagia lagi, tak habis-habisnya. Apakah Anda juga?

Semoga...

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Siti Mawadati

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Polemik Sastra Mausk Kurikulum

Jumat, 21 Juni 2024 16:57 WIB
img-content

Bahagia Menjadi Guru

Jumat, 7 Juni 2024 14:01 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler